Negative Pressure Wound Therapy (NPWT)


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) merupakan pengembangan yang canggih dari prosedur perawatan luka, penggunaan vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka. NPWT digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka.

2.2 Komponen NPWT
1. Vaccum pump
Vaccum pump berfungsi untuk vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka dan memberikan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka
2. Disposable Canisters
Disposable Canisters berfungsi menampung darah atau cairan serosa (nanah)
3. Drainage tubing
Drainage tubing berfungsi untuk mengalirkan tekanan negatif dari vaccum pump ke daerah luka dan mengalirkan darah atau cairan serosa (nanah) ke Disposable Canisters

4. Non-adherent wound contact layer or foam
Merupakan lapisan semipermeabel yang mampu ditembus darah atau cairan lain pada luka .
5. Antimicrobial gause
Digunakan sebagai antibiotik
6. Round or flat wound drain
Menghubungkan drainage tubing dengan luka
7. Transparent occlusive dressing
Digunakan untuk menutup luka
8. Barrier skin prep wipes
Perekat transparant dressing
9. Steril Salin
Untuk irigasi sebelum memasang non-adherent wound contact layer    
10. Surgical tape
           
2.3 Indikasi
1. Luka akut dan kronik ( Acute and cronic wounds )
2. Diabetik foot ulcers
Pasien DM denga kriteria : ulkus diabetik yang mengalami arterosklerosis, infeksi dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas dan neuropati perifer.
Klasifikasi ulkus diabetik menurut Wagner :
- Grade 1 : Luka pada kaki dengan ukuran kecil yang mengalami penebalan kulit disekitarnya
- Grade 2 : Luka mengenai dermis
- Grade 3 : Luka mengenai tendon
- Grade 4 : Gangren terlokalisir
- Grade 5 : Terlihat tulang dan mengalami nekrosis
3. Presure ulsers ( Dekubitus ulsers, bed sores)
Adalah luka yang disebabkan terjadinya penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu, paling sering berjadi pada daerah bokong.
Faktor resiko terjadinya luka dekubitus adalah bedrest total, penurunan persepsi sensori.
Luka dekubitus diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakannya :
- Grade 1 : Terjadi kemerahan pada kulit
- Grade 2 : Kehilangan kulit superfisial ( dermis dan epidermis )
- Grade 3 : Kehilangan jaringan subkutan
- Grade 4 : Kehilangan jaringan sampai pada otot, tendon dan tulang
Luka dekubitus dapat menyebabkan infeksi lokal, sepsis, osteomyelitis dan nyeri    
4. Venous Leg Ulsers
Adalah luka yang terjadi akibat insufisiensi vaskular. Biasanya terjadi pada usia diatas 60 tahun yang menderita hipertensi. Vena mengalami dilatasi kapiler, peningkatan filtrsi kapiler sehingga menyebabkan edem dan terjadi kerusakan pada jaringan sub kutan. Perawatan luka jenis ini dengan cara membersihkan dan melindungi luka dengan cairan steril, debridemen menggunakan alat yang steril dan menjaga hemodinamik luka.
5. Luka akibat pembedahan ( Surgical Wounds )
Luka akibat pembedahan yang terinfeksi bisa menyebabkan terjadinya luka yang kronis misalnya luka laparatomy, luka operasi pada pembedahan rongga thorak
 ( Cardiac Surgey dengan sternotomy insisi )
Sebagai patokan yang dapat digunakan adalah :
- Jumlah purulen drainase yang keluar
- Kedalaman insisi
- Bila ditemukan tanda infeksi lakukan observasi, histopatologi dan radiologi
6. Luka bakar ( Burns )
Luka bakar yang luas dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat infeksi yang serius.Luka bakar derajat 2 dan 3 menyebabkan kehilangan jaringan dermis sehingga terjadi infasi patogen dan supresi imun yang meluas.
7. Luka Trauma
Luka trauma sering disebabkan oleh kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja di pabrik, dan luka tembak.
8. Skin Grafting                                    
                       

                                                       
2.4 Kontraindikasi
1. Inadequat wound : luka dengan jaringan nekkrosis lebih banyak daripada jaringan granulasi
2. Osteomyelitis atau sepsis
3. Terjadi Gangguan Coagulopathy
4. Jaringan Nekrotik Yang Meluas
5. Keganasan Pada Luka
6. Alergi Pada Beberapa Komponen Prosedur

2.5 Kelebihan
1. Dapat diterapkan dengan mudah dan cepat.
2. Selalu siap dalam keadaan apapun.
3. Menghapus cairan, seroma sehingga meminimalkan atau pembentukan hematoma.
4. Mengurangi kegagalan karena gerakan.
5. Ketidaknyamanan kepada pasien minimal.
6. Potensi Infeksi berkurang

2.6 Kekurangan
1. Komplikasi yang paling umum adalah erosi sekitar jaringan karena tekanan yang disebabkan oleh tubing evakuasi.
2. Berlebihan dalam pertumbuhan jaringan granulasi ke busa , terjadi jika perubahan dilakukan pada interval 48 jam.
3. Pengambilan busa, jika dibiarkan lama > 48 jam, dapat mengakibatkan pendarahan kecil.
4. Dermatitis dapat terjadi sebagai akibat menghilangkan perekat pada setiap perubahan perban.
5. Masalah ini dapat dicegah dengan menghilangkan pita perekat hanya sekitar  busa.

2.7 Prinsip NPWT
1. Penarikan luka ( wound retraction )
2. Stimulasi jaringan granulasi
3. Pembersihan luka secara kontinyu setetah tindakan bedah
4. Pergerakan eksudat secara terus menerus
5. Menyerap odem
             
2.8 Cara Kerja NPWT
Pada dasarnya teknik ini sangat sederhana. Sepotong busa dengan struktur pori pori terbuka dimasukkan ke dalam luka dan menguras luka dengan perforasi lateral diletakkan di atasnya. Seluruh area kemudian ditutup dengan perekat membran transparan, yang tegas dijamin ke kulit sehat di sekitar tepi luka. Drainage tubbing dihubungkan ke sumber vakum, cairan diambil dari luka melalui busa ke dalam reservoir untuk pembuangan.
Membran plastik mencegah masuknya udara dan cairan dari luar. Pastikan seluruh permukaan luka terkena efek tekanan negatif.
Cara perawatan luka gangren dengan NPWT :
Langkah 1
Irigasi Luka dengan steril saline
                       
Langkah 2
Keringkan area sekitar luka
Langkah 3
Oleskan barrier skin prep wipes pada permukaan sekitar luka

Langkag 4
Tutup luka dengan non-adherent wound contact layer    
                                         
Langkah 5
Lapisi non-adherent wound contact layer dengan Antimicrobial gause

Langkah 6
Pasang Round or flat wound drain

Langkah 7
Basahi Antimicrobial gause dengan steril salin

Langkah 8
Tutupi Round or flat wound drain dengan antimicrobial gause yang sudah dibasahi dengan steril salin

Langkah 9
Tutup dengan Transparent occlusive dressing

Langkah 10
Fiksasi dengan tape

Langkah 11
Hubungkan round or flat wound drain dengan Vaccum pump
Langkah 12
Nyalakan Vaccum pump dan pastikan tekanan -75 mmHg









DISCHARGE PLANNING


BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN


2.1 Konsep Discharge Planning
2.1.1 Pengertian 
Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum. Sedangkan Jackson (1994, dalam The Royal Marsden  Hospital, 2004) menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain. Rondhianto (2008) mendefenisikan discharge planning sebagai merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada  pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi/penyakitnya pasca bedah. 
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima di suatu agen pelayanan kesehatan, terkhusus di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004). 
2.1.2 Pemberi Layanan Discharge planning 
Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam  memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006). Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden  Hospital, 2004). 
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning (Discharge planning Association, 2008). 
2.1.3 Penerima Discharge planning 
Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan discharge planning (Discharge planning Association, 2008). Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice, 1992 dalam Perry & Potter, 2005). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008). 
2.1.4 Tujuan Discharge planning 
Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 1999). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge planning Association, 2008). 
The Royal Marsden  Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman- teman, dan keluarga dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri. 
2.1.5 Prinsip Discharge planning 
Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden  Hospital (2004), yaitu :
1. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber- sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat. 
2. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan kualitas tinggi pada semua pasien
3. Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.
5. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang terutama.
6. Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim kesehatan dengan pasien/care giver , dan kemampuan terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan. 
7. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning . 
2.1.6 Proses Pelaksanaan Discharge planning 
Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Perry dan Potter (2006) membagi proses discharge planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge planning . Sedangkan pada fase transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan. Perry dan Potter (2005) menyusun format discharge planning sebagai berikut : 
1. Pengkajian 
1) Sejak pasien masuk, kaji kebutuhan pemulangan pasien dengan menggunakan riwayat keperawatan, berdiskusi dengan pasien dan care giver ; fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap kesehatan fisik pasien, status fungsional, sistem pendukung sosial, sumber-sumber finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis, tingkat pendidikan, serta rintangan terhadap perawatan. 
2) Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubungan dengan bagaimana menciptakan terapi di rumah, penggunaan alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat gangguan kesehatan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji cara pembelajaran yang lebih diminati pasien (seperti membaca, menonton video, mendengarkan petunjuk- petunjuk). Jika materi tertulis yang digunakan, pastikan materi tertulis yang layak tersedia. Tipe materi pendidikan yang berbeda- beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda pada pasien. 
3) Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap setiap faktor lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam perawatan diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang berguna (seorang perawat perawatan di rumah dapat dirujuk untuk membantu dalam pengkajian). 
4) Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain (seperti dokter pemberi terapi) dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan kepada pelayanan perawatan rumah yang terlatih atau fasilitas perawatan yang lebih luas. 
5) Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan perawatan kesehatan di luar rumah sakit. Mencakup pengkajian terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati care giver dalam memberikan perawatan kepada pasien. Dalam hal ini sebelum mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau keragu-raguan diantara keduanya. 
6) Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan berhubungan dengan pembatasan. 
7) Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang kebutuhan setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial, perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di rumah). Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda. 
2. Diagnosa Keperawatan 
Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain : 
1) Kecemasan. 
Hal ini dapat menginterupsi proses keluarga. 
2) Tekanan  terhadap care giver. 
Hal yang menyebabkannya adalah ketakutan. 
3) Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah. 
Pasien mengalami defisit perawatan diri dalam hal : makan, toileting , berpakaian, mandi/kebersihan. 
4) Stres sindrom akibat perpindahan. 
Hal ini berhubungan dengan upaya meningkatkan pertahanan/pemeliharaan di rumah. 
3. Perencanaan 
Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan adalah sebagai berikut : 
1) Pasien atau keluarga sebagai care giver mampu menjelaskan bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah (atau fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa yang dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang timbul. 
2) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (atau anggota keluarga mampu melakukan aturan perawatan). 
3) Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah dalam setting rumah. Hal-hal yang dapat membahayakan pasien akibat kondisi kesehatannya telah diubah. 
4. Penatalaksanaan 
Penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan. 
1) Persiapan sebelum hari pemulangan pasien 
(1) Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi kebutuhan pasien. 
(2) Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih di rumah. 
(3) Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah sakit (seperti tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan terhadap pengobatan, kegunaan alat- alat medis, perawatan lanjutan, diet, latihan, pembatasan yang disebabkan oleh penyakit atau pembedahan). Pamflet, buku-buku, atau rekaman video dapat diberikan kepada pasien. Pasien juga dapat diberitahu tentang sumber-sumber informasi yang ada di internet. 
(4) Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien. 
2) Penatalaksanaan pada hari pemulangan 
Jika beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan, perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun aktivitas yang dilakukan pada hari pemulangan antara lain : 
(1) Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang berhubungan dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan kemampuan juga bermanfaat. 
(2) Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi, atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi harus dituliskan sedini mungkin) Persiapkan kebutuhan dalam perjalanan dan sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum pasien sampai di rumah (seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen). 
(3) Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi menuju ke rumah.
(4) Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan mengepak semua barang milik pasien. Jaga privasi pasien sesuai kebutuhan.
(5) Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barang-barang pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah ditandatangani oleh pasien, dan instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia untuk menyampaikan barang-barang berharga kepada pasien. Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan pasien sesuai dengan yang diinstruksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri. 
(6) Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke kantor dokter. 
(7) Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga mengunjungi kantornya. 
(8) Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi roda untuk pasien yang tidak mampu ke mobil ambulans. Pasien yang pulang dengan menggunakan ambulans diantarkan oleh usungan ambulans.
(9) Bantu pasien menuju kursi roda atau usungan dan gunakan sikap tubuh dan teknik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien memasuki unit dimana transportasi yang dibutuhkan sedang menunggu. Kunci roda dari kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi. Bantu keluarga menempatkan barang-barang pribadi pasien ke dalam kendaraan. 
(10) Kembali ke bagian, dan laporkan waktu pemulangan kepada departemen pendaftaran/penerimaan. Ingatkan bagian kebersihan untuk membersihkan ruangan pasien. 
5. Evaluasi 
1) Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus dilaporkan kepada dokter. 
2) Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah. 
3) Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah, mengidentifikasi rintangan yang dapat membahayakan bagi pasien, dan menganjurkan perbaikan. 
2.1.7 Unsur-Unsur Discharge planning 
Discharge planning Association (2008) mengatakan bahwa unsur- unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan antara lain : 
1. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan. 
2. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi. 
3. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu akan diadakannya. 
4. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya. 
5. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, ketentuan insulin, dan lain-lain). 
6. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janji untuk kontrol . 
7. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan. 
8. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan; walker , kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan. 
2.1.8 Cara Mengukur Discharge planning 
Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau alat transportasi lainnya (The Royal Marsden  Hospital, 2004). Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Hal ini dapat dilihat dari kesiapan pasien untuk menghadapi pemulangan, yang diukur dengan kuesioner. 


Penerimaan Pasien Baru


BAB 2
KONSEP DASAR TEORI

2.1 Pengertian
Penerimaan pasien baru merupakan suatu tata cara ataupun pedoman dalam menerima pasien baru masuk. Penerimaan pasien baru merupakan suatu prosedur yang dilakukan oleh perawat ketika ada pasien baru datang ke sebuah ruangan rawat inap.

2.2 Tujuan
1. Mengetahui keadaan pasien dan keluarga
2. Pasien bisa langsung menempati ruang perawatan
3. Mengetahui kondisi dan keadaan klien secara umum
4. Menurunkan tingkat kecemasan pasien saat MRS

2.3 Prosedur
Persiapan :
1. Tempat tidur dalam keadaan bersih dan siap pakai
2. Fasilitas yang bersedia dalam kondisi baik
3. Meja dan kursi pasien dalam keadaan bersih
4. Paket perawatan / sovenir
5. Lembar orientasi pasien baru dan keluarga
6. Berkas rekam medis
7. Peralatan untuk pemeriksaan dalam yang terdiri dari termometer, tensimeter, timbangan BB bila perlu.



2.4 Tahapan Penerimaan Pasien Baru
2.4.1 Tahap Pra Penerimaan Pasien Baru
1. Menyiapkan kelengkapan administrasi
2. Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan
3. Menyiapkan format penerimaan pasien baru
4. Menyiapkan buku status pasien dan fornmat pengkajian keperawatan
5. Menyiapkan inform consent sentralisasi obat
6. Menyiapkan nursing kids
7. Menyiapkan lembar tata tertib pasien, keluarga dan pengunjung ruangan

2.4.2 Tahap Pelaksanaan Pasien Baru
1. Pasien datang diruangan diterima oleh kepala ruanmgan atau perawat primer atau perawat yang diberi delegasi
2. Perawat memperkenalkan diri pada klien dan keluarganya
3. Perawat bersama dengan karyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur (apabila pasien datang dengan berangkat atau kursi roda) dan berikan posisi yang nyaman
4. Perkenalkan pasien baru dengan pasien yang sekamar
5. Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang orientasi ruangan. Perawatan (termasuk perawat yang bertanggung jawab dan sentralisasi obat), medis (dokter yang bertanggung jawab dan jadwal visit) dan tata tertib ruangan.
6. Perawat menanyakan kembali tentang kejelas dan informasi yang telah  disampaikan
7. Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan format
8. Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur klien dan mengantarkan ke tempat yang telah ditetapkan.
9. Apabila pasien atau keluarga sudah jelas, maka diminta untuk menendatangani Inform Consent sentralisasi obat.

2.5 Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan
a. Pelaksanaan secara efektif dan efisien
b. Dilakukan oleh kepala ruangan atau perawat primer dan atau perawat asosiete yang telah diberikan wewenang atau yang telah didelegasikan
c. Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi klien.
d. Ajak pasien komunikasi yang baik dan beri sentuhan terapeutik

2.6 Peran Perwat Dalam Penerimaan Pasien Baru
2.6.1 Kepala Ruangan
1. Menerima pasien baru
2. Memeriksa kelengkapan yang diperlukan untuk persiapan pasien baru
2.6.2 Perawat Primer
1. Menyiapkan lembar penerimaan pasien baru
2. Menandatangani lembar penerimaan pasien baru
3. Mengorientasikan pasien ke ruangan
4. Memberi penjelasan tentang perawat dan dokter yang bertanggung jawab
5. Mendelegasikan pengkajian dan pemeriksaan fisik pada pasien baru kepada perawat asociate
6. Mendokumentasikan penerimaan pasien baru
2.6.3 Perawat Associate
Membantu PP dalam pelaksanaan penerimaan pasien baru, pengkajian dan pemeriksaan fisik pada pasien baru.

Sentralisasi Obat


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Sentralisasi obat adalah pengelolahan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan kepada pasien diserahkan pengelolahan sepenuhnya oleh perawat (Nursalam,2002).

2.2 Tujuan Penggelolaan Obat
Tujuan penggelolaan obat adalah menggunakan obat secara bijaksana dan menghindari pemborosan, sehingga kebutuhan asuhan keperawatan pasien dapat terpenuhi.
Hal-hal berikut ini adalah beberapa alasan yang paling sering mengapa obat perlu disentralisasikan:
1. Memberikan bermacam-macam obat untuk satu pasien
2. Menggunakan obat yang mahal dan bermerek, padahal obat standar yang lebih murah dengan mutu yang terjamin memiliki efektifitas dan keamanan yang sama.
3. Meresepkan obat sebelum diagnosis pasti dibuat “hanya untuk mencoba”
4. Menggunakan dosis yang lebih besar dari pada yan g diperlukan
5. Memberikan obat kepada pasien yang tidak mempercayainya, dan yang akan membuang atau lupa untuk minum
6. Memesan obat lebih daripada yang dibutuhkan, sehingga banyak yang tersisa sesudah batas kadaluarsa
7. Tidak menyediakan lemari es, sehingga vaksin dan obat menjadi tidak efektif
8. Meletakkan obat ditempat yang lembab, terkena cahaya atau panas
9. Mengeluarkan obat (dari tempat penyimpanan) terlalu banyak pada suatu waktu sehingga dipakai berlebihan atau dicuri (Mc. Mahon, 1990).
2.3 Tekhnik Pengelolaan Obat (sentralisasi)
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat.
1. Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara operasional dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk
2. Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta menggontrol penggunaan obat
3. Penerimaan obat
1) Obat yang telah diresepkan ditunjukkan kepada perawat dan obat yang telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima lembar obat.
2) Perawat menuliskan nama pasien, register jenis obat, jumlah dan sediaan (bila perlu) dalam kartu kontrol, dan diketahui (ditanda tangani) oleh keluarga atau pasien dalam buku masuk obat. Keluar pasien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan atau bila obat tersebut akan habis, serta penjelasan tentang 5 T (Jenis, dosis, waktu pasien dan cara pemberian).
3) Pasien atau keluarga selanjutnya mendapatkan salinan obat yang harus diminum beserta kartu sediaan obat
4) Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kontak obat.
2.4 Pembagian Obat
1. Obat telah diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar pemberian obat.
2. Obat yang telah disimpan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat dengan memperhatikan alur yang tercantum dalam buku daftar pemberian obat dengan terlebih dahulu dicocokan dengan terapi yang diinstruksikan dokter dan kartu obat yang ada pada pasien
3. Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan macam obat, kegunaan obat, jumlah obat dan efek samping. Usahakan tempat atau wadah obat kembali ke perawat setelah obat dikonsumsi. Pantau efek samping pada pasien.
4. Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala ruang atau petugas yang ditunjuk kepada dokter penanggung jawab pasien.
2.5 Penambahan Obat Baru
1. Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau perubahan alur pemberian obat, maka informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu sediaan obat.
2. Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja)
2.6 Obat Khusus
1. Obat dikategorikan khusus apabila sediaan memiliki harga, yang cukup mahal, menggunakan alur pemberian yang cukup, besar atau hanya diberikan dalam waktu tertentu/sewaktu saja.
2. Pemberian obat khusus dilakukan menggunakan kartu khusus obat dilaksanakan oleh perawat ketua tim
3. Informasi yang diberikan kepada pasien atau keluarga, nama obat, kegunaan obat, waktu pemberian, efek samping, penanggung jawab pemberian dan wadah obat sebaiknya diserahkan atau ditunjukkan kepada keluarga setelah pemberian. Usahakan terdapat saksi dari keluarga saat pemberian obat. Seorang manejer keperawatan kesehatan dapat mendidik staf mengenai obat dengan cars-cars berikut ini :
a. Membuat catatan mengenai obat-obatan yang sering dipakai, jelaskan penggunaa dan efek samping, kemudian berikan salinan kepada semua staf.
b. Tuliskan dosis yang tepat obat-obat yang sering digunakan dan gantungkan di dinding.
c. Adakan pertemuan staf untuk membahas penyebab pemborosan obat.
d. Beritahu kepada semua staf mengenai satu jenis obat setiap minggu pada waktu pertemuan staf.
e. Taruhkan satu atau program diskusi dan bahaslah mengenai satu jenis obat setiap minggu pads waktu perternuann staf.
f. Tarulah satu atau lebih eksemplar buku farmakologi sederhana diperpustakaan.
2.7 Menyimpan Persediaan Obat
1. Memeriksa ulang atas kebenaran obat dan jenis obat, jumlah obat dan menulis etiket dan alamat pasien pasien. Penyimpanan stok (pesediaan) yang teratur dengan baik merupakan bagian penting dari manejemen obat. Obat yang diterima dicatat dalam buku besar persediaan atau dalam kartu persediaan.
2. Sistem kartu persediaan.
Sebuah kartu pesediaan (kartu stok) kadang-kadang digunakan untuk menggantikan buku besar persediaan. Kartu ini berfungsi seperti seperti buku besar persediaan, yakni neraca dikeseirnbangkan dengan menambahkan barang yang diterima dan mengurangi dengan jumlah barang ditempatkan pada, halaman yang terpisah, tetapi dalam sistem kartu persediaan, msing-msing barang dituliskan dalam kartu yang terpisah.
3. Lemari obat
Periksa keamanan mekanisme kunci dan penerangan lemari obat Berta lemari pendingin. Periksa persediaan obat, pemisahan antara, obat untuk penggunaan oral (untuk diminum) dan obat luar (pedoman,1990). Manajemen rumah sakit perlu dilengkapi dengan manajemen farmasi yang sistematis karena obat sebagai salah satu bahan yang dapat menyembuhkan penyakit tidak dapat diadakan tanpa sistematika perencanaan tertentu. Obat harus ada, dalam persediaan setiap rumah sakit sebagi bahan utama dalam rangka mencapai misi utamanya sebagai health provider. Menejemen farmasi rumah sakit adalah seluruh upaya dan kegiatan yang dilaksanakan di bidang farmasi sebagi salah satu penunjang untuk tercapainya tujuan. Upaya dan kegiatan ini meliputi: penetapan standart obat, perencanaan, pengadaan obat, penyimpanan, pendistribusian/saran/informasi tentang obat, monitoring efek camping obat. Faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kepada pasien meliputi :pelayanan yang cepat, ramah yang baik (yoga, 2003). Obat akan memberi manfaat kepada para pengguna dan juga bermanfaat dalam pengendalian biaya runah sakit. Persediaan obat, baik dari segi jenis maupun volume, harus selalu mencukupi kebutuhan tanpa ada efek samping seperti kadaluarsa dan rusak, tujuan obat adalah penggunaan obat yang tepat untuk pasien yang memerlukan penggobatan. Obat- obatan dikeluarkan dari tempat penyimpanan yang terkunci atau dari lemari penyimpanan, oleh orang bertugas menangani persediaan obat kepada bagian yang menggunakan. Obat digunakan secara teratur dan dalam jumlah yang diketahui: hal ini memungkinkan pemantauan (observasi) dan pengawasan penggunaan obat. Kegiatan yang dilakukan dalam mengawasi pengeluaran obat akan memungkinkan perawat mengetahui kapan melakukan pemesanan ulang, mencocokan pemakaian obat dengan pengobatan pasien, segera sadar akan ketidakcocokan dalam pemberian obat, memeriksa perubahan pemakaian obat.







METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)


BAB I
PENDAHULUAN

METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)
DI RUANG .... 2 DAN 3 RSUD ....
OLEH: KELOMPOK A1

1.1  Latar Belakang
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencakup tujuan. Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf untuk membebankan asuhan keperawatan secara profesional. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan keperawatan sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya saling menopang.
Adanya tuntutan pengembangan pelayanan kesehatan oleh masyarakat umum, termasuk di dalamnya keperawatan, merupakan salah satu faktor yang harus dicermati dan diperhatikan oleh tenaga perawat, sehingga perawat mampu berkiprah secara nyata dan diterima dalam memberikan sumbangsih bagi kemanusiaan sesuai ilmu dan kiat serta kewenangan yang dimiliki. Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan keperawatan adalah melakukan manajemen keperawatan dengan harapan adanya faktor kelola yang optimal mampu meningkatkan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.
Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan kesehatan merupakan tempat yang memungkinkan bagi perawat untuk merupakan ilmu dan kiatnya secara optimal. Namun perlu disadari, tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan profesional hanyalah akan menjadi teori semata. Untuk itu, maka perawat perlu mengupayakan kegiatan penyelenggaraan Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) khususnya di Ruang .... RSUD .....
Dasar pertimbangan penerapan model sistem pemberian asuhan keperawatan adalah:
1.   Sesuai visi dan misi rumah sakit.
2.   Ekonomis.
3.   Menambah kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat.
4.   Menambah kepuasan kerja perawat karena dapat melaksanakan perannya dengan baik.
5.   Terpenuhinya kebutuhan dasar klien secara komprehensif.
6.   Terlaksananya proses keperawatan yang sesuai dengan standar praktek keperawatan (SPK).
7.   Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Penerapan MAKP harus mampu memberikan asuhan keperawatan profesional, untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama, yakni:
1.      Ketenagaan keperawatan.
2.      Metode pemberian asuhan keperawatan.
3.      Dokumentasi keperawatan.

1.2   Tujuan
1.2.1  Tujuan Umum
Model Metode Asuahan Keperawatan Profesional (MAKP) dengan Model Keperawatan Tim dapat diterapkan di Ruang .... RSUD .....
1.2.2    Tujuan Khusus
1.      Mengatur kebutuhan tenaga perawat.
2.      Mengatur tugas dan kewenangan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.
3.      Melakukan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
4.      Melakukan sistem pendokumentasian.
5.      Meningkatkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
6.      Meningkatkan komunikasi yang adekuat antar perawat dan tim kesehatan lain.